Postingan

Resonansi Saya Terhadap 2020

Gambar
Kalau boleh, saya ingin mengumpati tahun ini dengan meminjam lirik Nadin Amizah yang sedang mengadu kepada ibunya: Bun, hidup berjalan seperti bajingan. Kenyataannya tidak seperti itu. Pertama-tama hal itu tidak mungkin saya lakukan, apalagi di depan Umi langsung, karena pasti nanti akan diomeli sebab sudah berkata kasar. Selain itu, saya juga tidak jadi mengumpat setelah menonton film terbaru dari Pixar berjudul Soul. Aduh, bagus sekali film itu. Ceritanya tentang seorang pemusik yang tersasar ke alam baka dan menjadi jiwa gentayangan serta ingin kembali ke dunia. Di alam baka dia minta bantuan kepada seorang jiwa yang belum pernah dilahirkan ke dunia. Well , inti cerita dari filmnya sih sebenarnya simpel: gak usah ribet-ribet memikirkan hidupmu itu tujuannya apa, yang penting jalani saja dengan versi terbaik kamu. Nikmati setiap momen dan gak usah memusingkan diri dengan apa yang gak bakal bisa kita kontrol. Sebisa mungkin prinsip nikmati setiap momen itu saya pegang. Dan tahun 2

Tentang Tidak Meremehkan Orang Lain dan Selalu Berprasangka Baik

Beberapa minggu lalu ramai kasus tentang tindakan represif kepolisian terhadap kawan-kawan mahasiswa yang sedang mengkritisi 3 tahun pemerintahan rezim. Sayangnya ada beberapa pihak yang berkata nyinyir: 'ah, mahasiswa macam sudah bener aja. Ngurus diri sendiri aja belum benar, malah sok-sokan mengkritik pemerintah. Kemudian kemarin lagi-lagi terjadi pembubaran paksa terhadap kajian salah seorang ustadz oleh salah satu ormas yang mengklaim diri sebagai yang paling toleran. Tidak, saya tidak ingin berkomentar tentang dua kasus tersebut walau sebenarnya sangat ingin. Tapi saya ingin mengingatkan kepada diri saya sendiri untuk tidak meremehkan orang lain dan selalu berprasangka baik. Rasulullah pernah bersabda: sampaikanlah dariku walau satu ayat. Lalu ada juga pepatah arab yang berbunyi: lihatlah kepada apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan. Dari dua perkataan tersebut yang bisa saya pahami adalah perintah untuk tidak meremehkan orang lain dan selalu berprasangka

Berbicara Masa Depan

Bagi dirimu, apa yang paling gelap? Apakah saat-saat mati listrik? Atau saat malam sudah menjelang dini hari? Atau masa lalu yang tidak terlalu baik? Atau bahkan history di mesin pencari kalian? Bagi saya hal yang paling gelap adalah masa depan. Tentu sebagian dari kalian akan ada yang berkata: ‘tenang saja masa depan sudah diatur oleh Tuhan’. Yang lain juga mungkin berkata: ‘masa depan adalah buah hasil bibit yang kita tanam hari ini’. Yang jadi masalahnya adalah saya tidak tahu harus menanam bibit macam apa untuk dipanen pada masa depan. Saya tak tahu apa yang harus dilakukan saat ini untuk didapat hasilnya di hari yang akan datang. Kadang saya terdiam dan termenung, memikirkan apa yang akan dilakukan esok hari. Di lain waktu saya menghentikan aktivitas, merenung seminggu dan sebulan lagi apa yang sedang saya lakukan. Di kesempatan lain pikiran saya mengawang melompat beberapa bulan setelah lulus kuliah akan kerja di mana, melanjutkan hidup di kota apa. Melompat lebih jauh, ji

Ocehan Salman #1

Jadi, semakin kesini gue makin ragu manfaat konkrit jurusan kuliah gue ini apa? Wait, bahkan fokus utama jurusan gue aja masih membingungkan. Perdata bukan, hukum umum bukan, fiqih bukan, tafsir bukan. Lieur. Lu tau nama jurusan kuliah gue apa? Ahwal Al-Syakhsiyyah. Lu tau apa artinya? Jangan malu kalo ternyata emang lu gak tau, karena gue sendiri pun kebingungan mendefinisikan apa arti nama jurusan gue. Ketika ditanya gue kuliah di jurusan apa gue lebih sering menjawab hukum perdata Islam. Tapi seperti yang gue nyatakan di paragraf awal, sebenernya jurusan gue ini gak jelas konsentrasinya. Jadi setelah lulus mau jadi apa? Konsultan keluarga sakinah? Pffttf, tai kebo alias bullshit. Dulu kalo ditanya lulusannya bisa jadi apa, dengan kerennya gue bilang bisa jadi hakim PA atau mediator. Lagi-lagi tai kebo. Nyatanya kerjaan di Pengadilan Agama atau bidang mediasi banyak yang ditilep sama lulusan hukum konvensional. Apalagi semenjak gelar diubah dari S.HI menjadi S.H., makin keo

Teh Earl Grey dan Sebatang Kayu Manis

Rasaku mengalir bersama Secangkir earl grey yang Dituangkan dari teko Dengan sebatang kayu manis Di cangkirnya Aku masih bingung menjawab sebuah tanya Tentang suatu kata yang menuntun Untuk bertemu Sebabnya lah itu Aku mengalir padamu Dalam tuangan earl grey Dalam tarian darwisku Kucium yang khas wangimu itu Dalam tapa moksaku Aku dengar tawa renyahmu Dalam ilustrasi puisiku Kudapat genggaman rasamu Menyatu aku dalam dongeng Alunan senar gitar di tangan pengamen Yang memetik nada minor Yang memetik juga nada mayor Aku lah jingga dalam tawamu Aku lah merah dalam tangismu Aku lah hitam dalam beranimu Aku lah biru dalam takutmu Aku lah hijau dalam resahmu Aku lah warna dalam dirimu Lalu kusesap lagi Teh earl grey Dari cangkir kaca Berhias kayu manis 1947.290115

Seperti Ini Saja

Lihat aku! Hanya serpihan remah yang artinya tiada Hanya setetes air yang tak puaskan dahaga Hanya sepercik api yang tak undang hangat Lihat aku! Telah kutangkap senyummu dalam gelas kaca Telah kusimpan tawamu dalam botol bening Telah kugurat manismu dalam larik sedih puisi Telah kutulis ceritamu dalam sebingkai kanvas Biarlah seperti ini Menyesap angin yang membawa rasa Menjadi sungai yang menghapus duka Meraga api yang menuai cinta Merasa air yang melarut rindu Mendengar suara yang meniup namamu Membatu diri menghalau badai Angin tetap berhembus Sungai tetap mengalir Api tetap meretih Air tetap menetes Suara tetap berteriak Batu tetap tegak Aku tetap menunggu Aku tetap mengintai Aku tetap mengawasi Aku tetap menjaga 2109.141214

Para Dewa

Suatu ketika, Zeus beriringan dengan Amun Ra, di atas perahunya. Berhiliran di arus sungai malam, menuju secercah fajar. Ares kembali lagi berkelahi dengan Horus. Bilah tongkat tajam beradu dengan cakar elang runcing. Kala itu, Poseidon bersama Neptunus berbincang di selasar pantai. Menghirup aroma garam laut, semilir angin. Osiris dan Hades, beradu catur kematian, bertarus nyawa sampah manusia. Pluto dan Anubis terbahak tawa dibuatnya. Di sisi sana, Seth dan Lucifer dengan riangnya berbalas cakap dengan riangnya. Kegemaran mereka, kehancuran semerta kekacauan marcapada. Tetapi tiada yang ambil pusing. Siwa disana masih bersiaga. Memegang kekang Rahwana yang masih terus ingin membelot. Dunia tiada perlu getir. Hanoman dan Sun Wu-Kong masih asik sendawa cengkrama. Mereka ricuh menikmati tandan pisang kuning nan menggiurkan. Athena dan Hathor menyeruput teh hijau diantara semesta pustaka. Yesus dan 12 muridnya, masih menyesap wine mewah yang dihi