Berbicara Masa Depan

Bagi dirimu, apa yang paling gelap? Apakah saat-saat mati listrik? Atau saat malam sudah menjelang dini hari? Atau masa lalu yang tidak terlalu baik? Atau bahkan history di mesin pencari kalian? Bagi saya hal yang paling gelap adalah masa depan. Tentu sebagian dari kalian akan ada yang berkata: ‘tenang saja masa depan sudah diatur oleh Tuhan’. Yang lain juga mungkin berkata: ‘masa depan adalah buah hasil bibit yang kita tanam hari ini’. Yang jadi masalahnya adalah saya tidak tahu harus menanam bibit macam apa untuk dipanen pada masa depan. Saya tak tahu apa yang harus dilakukan saat ini untuk didapat hasilnya di hari yang akan datang.

Kadang saya terdiam dan termenung, memikirkan apa yang akan dilakukan esok hari. Di lain waktu saya menghentikan aktivitas, merenung seminggu dan sebulan lagi apa yang sedang saya lakukan. Di kesempatan lain pikiran saya mengawang melompat beberapa bulan setelah lulus kuliah akan kerja di mana, melanjutkan hidup di kota apa. Melompat lebih jauh, jika saya menikah, wanita sial macam apa yang harus berurusan dengan saya sepanjang hidupnya. Lebih jauh lagi, jika saya punya anak, berapa jumlahnya? Bagaimana rupanya? Seperti apa saya merawat mereka? Bahkan yang paling jauh pikiran saya melompat ke 40-50 tahun lagi. Ketika rambut sudah beruban bahkan mungkin sudah rontok semua. Ketika gigi sudah tidak kuat untuk menggigit keripik singkong yang agak tebal irisannya. Ketika tulang yang tak pernah saya ajak olahraga akhirnya menyerah untuk bergerak. Ketika nanti mungkin saya terkena skizofernia, stroke, demensia, radang sendi, dan penyakit orang tua lainnya. Pada saat itu siapakah yang akan merawat saya? Apakah saya masih akan bekerja keras bahkan untuk makan sehari sekali.

Hal-hal tersebut kadang saya pikirkan di dalam kamar kos 3 kali 3 meter yang lebih jarang saya tinggalkan. Apalah daya sebagai orang introvert yang tak terlalu tertarik pada banyak hal saya lebih banyak diamnya. Tetapi lebih sering lagi hal-hal itu diingatkan oleh orang-orang yang berada di sekitar saya. Teman-teman dekat yang sibuk dengan organisasinya mebuat saya membayangkan hari esok. Melihat beberapa senior membuat saya membayangkan hidup selepas kuliah. Melihat orang tua saya sendiri pun membuat saya berimajinasi melompat 10-20 tahun ke depan. Dan melihat para orang-orang lanjut usia jalanan yang mengemis, menjual barang remeh-temeh, memulung, dan bekerja keras membuat saya memikirkan bakal seperti apa hari tua yang akan saya alami.


Well pada akhirnya tiap manusia memiliki rasa takut akan sesuatu. Seseorang yang saya kenal takut menyebrang jalan. Yang lain ada yang takut dengan kucing. Banyak orang takut dengan hewan melata macam ular atau serangga menjijikkan macam kecoak. Ada juga yang takut darah. Alhamdulillah, saya tidak memiliki rasa takut kepada apa-apa yang disebutkan sebelumnya. Menurut pemahaman psikologi saya yang dangkal, rasa takut mungkin muncul karena ketidak tahuan manusia akan sesuatu yang ditakutinya. Dalam kasus saya, karena saya tidak tahu masa depan gelap suram  macam apa yang akan menyambut, maka masa depan adalah ketakutan terbesar saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dialog Antara Sang Koruptor dan Tuan Malaikat

LULLABY

Resonansi Saya Terhadap 2020