Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Seperti Ini Saja

Lihat aku! Hanya serpihan remah yang artinya tiada Hanya setetes air yang tak puaskan dahaga Hanya sepercik api yang tak undang hangat Lihat aku! Telah kutangkap senyummu dalam gelas kaca Telah kusimpan tawamu dalam botol bening Telah kugurat manismu dalam larik sedih puisi Telah kutulis ceritamu dalam sebingkai kanvas Biarlah seperti ini Menyesap angin yang membawa rasa Menjadi sungai yang menghapus duka Meraga api yang menuai cinta Merasa air yang melarut rindu Mendengar suara yang meniup namamu Membatu diri menghalau badai Angin tetap berhembus Sungai tetap mengalir Api tetap meretih Air tetap menetes Suara tetap berteriak Batu tetap tegak Aku tetap menunggu Aku tetap mengintai Aku tetap mengawasi Aku tetap menjaga 2109.141214

Para Dewa

Suatu ketika, Zeus beriringan dengan Amun Ra, di atas perahunya. Berhiliran di arus sungai malam, menuju secercah fajar. Ares kembali lagi berkelahi dengan Horus. Bilah tongkat tajam beradu dengan cakar elang runcing. Kala itu, Poseidon bersama Neptunus berbincang di selasar pantai. Menghirup aroma garam laut, semilir angin. Osiris dan Hades, beradu catur kematian, bertarus nyawa sampah manusia. Pluto dan Anubis terbahak tawa dibuatnya. Di sisi sana, Seth dan Lucifer dengan riangnya berbalas cakap dengan riangnya. Kegemaran mereka, kehancuran semerta kekacauan marcapada. Tetapi tiada yang ambil pusing. Siwa disana masih bersiaga. Memegang kekang Rahwana yang masih terus ingin membelot. Dunia tiada perlu getir. Hanoman dan Sun Wu-Kong masih asik sendawa cengkrama. Mereka ricuh menikmati tandan pisang kuning nan menggiurkan. Athena dan Hathor menyeruput teh hijau diantara semesta pustaka. Yesus dan 12 muridnya, masih menyesap wine mewah yang dihi

celotehan

otakmu berpikir tapi nuranimu mati lisanmu bertutur tapi sadarmu sekarat ragamu berlaku tapi jiwamu lapuk paham darimu lenyap menyisakan hampa di sanubari segala kau lahap pasti segala kau cerna habis menyisakan ampas sampah meninggalkan intisari penting pengetahuanmu membusuk hati nuranimu meranggas otak cerdasmu terpuruk

Di Situ

Di matamu, butaku menemukan cahaya Di lisanmu, bisuku menemukan suara Di telingamu, tuliku menemukan gemaa Di jejakmu, lumpuhku menemukan langkahnya Di hatimu, sukmaku tiada rasakan hampa Di genggammu, tanganku rasakan jalannya Di bibirmu, keluku menemukan kata Di sentuhmu, matiku menemukan asa Di belakangmu, kutemukan arah Di sampingmu, kutemukan nyaman Di depanmu, kutemukan tujuan Di dirimu, kutemukan rasa itu Kita, episentrum dunia

Tak Apa Sesekali Kau Menjadi Jahat

tak apa sesekali kau menjadi jahat menumpahkan api ke lidahmu menjadikannya pedang tajam nan panas tak apa sesekali kau menjadi jahat melapisi tanganmu dengan besi menjadikannya gada pemukul tak apa sesekali kau menjadi jahat menuang tuak ke lambungmu menjadikannya kolam kenistaan tak apa sesekali kau menjadi jahat meracunimu pikiranmu sendiri menjadikannya penuh prasangka tak apa sesekali kau menjadi jahat menebar noda kotor di udara membuat celaka yang lainnya tak apa sesekali kau menjadi jahat menuang tuba di danau segar membikin sengsara yang lainnya tak apa sesekali kau menjadi jahat hari ini sekali esok sekali lusa juga sekali seterusnya tiap hari sekali dan kau tak kan berhenti 1451.160214

Karang, Ombak, Nebula, Bintang

Dalam diam aku menghitung bintang di malam Tak sebanyak hari yang kuhitung denganmu di angan Kugurat sebongkah nebula di angkasa Tak seindah sakit yang kurasa untukmu Debur rinai ombak berderak desah merdu Tak semerdu nada sunyi nyanyian laraku Karang masih menantang tegar di lepas laut Kenapa pula aku tak kuasa tegar untukmu Karang, Ombak, Nebula, Bintang Bagai dariku, diriku untukmu tepat di ujung februari, pesisir kondang merak *puisi yg di request salah satu teman saya*